Titik Pencabut Nyawa: Kisah Unik Unak-anik Huruf
Titik Pencabut Nyawa: Kisah Unik Unak-anik Huruf
• Jangan anggap enteng harga nyawa. • Jangan iri, dengki, dan saling membenci. "Karena nila seTITIK, rusak susu sebelanga," bukanlah isapan jempol. Hanya karena soal sepele dan meremehkan,  nyawa melayang. Inilah yang dialami Imaduddin Al-Hasani, kaligrafer terbesar Persia kesayangan Shah Abbas Agung (1588-1629). Kebesaran Imad telah dijadikan ikon kompetisi kaligrafi internasional IRCICA di Turki yg banyak  diikuti kaligrafer Indonesia beberapa  tahun belakangan. Banyak khattat Indonesia yang berhasil jadi juara. Berbeda dengan  Abu Nawas yang  menyulap titik jadi rezeki, bagi Imaduddin "titik  adalah kematian". Ia dipinta oleh Shah untuk menyalin epik (syair  pahlawan) Persia Shahnamah Al-Firdausi. Kepadanya  telah diberikan persekot/DP segepok fulus pada th 1615 dan Shah memintanya agar buku itu tuntas paling lama  setahun. Pada waktunya, Imaduddin menyerahkan buku pesanan, tapi cuma berisi beberapa TITIK  di halaman pertamanya. Tentu saja Shah kaget dan bertanya-tanya, "Imad, mana tulisan ceritanya?" yang dijawab spontan oleh Imaduddin: يا مولاي فلوسك لا يكفي الا لشراءثلاث نقط ("Baginda, fulus ente tuh cuma cukup utk membeli tiga buah TITIK"). Kayaknya Imaduddin terkena "boom" yang  mengangkat harga lukisan selangit, tidak  kalah dari harga-harga sembako yang  booming menjelang lebaran. Penguasa Persia itu seperti tersengat vertigo, marah besar sehingga ogah memaafkan khattat kenamaan itu lalu memperlekas kematian Imaduddin. Tapi ada spekulasi tentang kematian Imaduddin yang  terkenal piawai mengolah khat Ta'liq dan Nasta'liq Farisi itu.  Katanya, cerita itu hanyalah bikinan alias hoax utk mencoreng nama harum Imaduddin. Yang sebenarnya adalah pembunuhan politis. Imaduddin (penganut Sunni) yang teramat dicintai Shah Abbas Agung telah membuat para kaligrafer rivalnya yang bermazhab Syiah iri dengki. Dibuatnyalah surat undangan palsu utk menghadiri resepsi besar, dan, di jalan Imaduddin disergap dan dieksekusi. Saat saya berkunjung ke Iran th. 2001, sempat menanyakan masalah tersebut kpd. para pelukis dan khattat Iran. Mereka hanya menjawab dengan senyum. Kalau versi pertama yg benar, waduh, jangan suka main-main dan menganggap enteng harga nyawa yang sebegitu mahalnya. Kalau versi kedua yang lebih valid, nah sikap iri hati, dengki, panas-panasan, sebel ama rezeki orang lain, itu semua harus dibuang jauh-jauh dan disterilkan karena bisa mencelakakan.   Oleh: DidinSirojuddinAr•Lemka