Ternyata, Kedua Orang Tuanya Tuna Netra
Hari ini aku mendapat pelajaran yang sangat berharga. Berawal dari obrolan ringan seputar cita-cita masa SMA. Obralanku bersama temanku yang bernama Amah berlanjut lebih mendalam. Sewaktu kita akan berjalan pulang, ketika aku hendak melangkahkan kaki menuju asrama, dia mengajakku naik motor dengannya setidaknya sampai pintu gerbang kampus UIN Jakarta. Sebenarnya kita masih inginbelajar bersama mengenai mata kuliah Komposisi Bahasa Indonesia yang akan diujikan minggu depan. Tetapi temanku sudah di sms oleh ibunya disuruh cepat pulang.
Ketika dia sedang mengenakan masker, aku iseng bertanya kepadanya. “Ibu kamu Ibu rumah tangga?” tanyaku. “Ia, di rumah terus ibunya Amah”, jawabnya. “Ow, berarti ayahnya Amah dong yang kerja?” tanyaku lagi penasaran. “Ayahnya Amah dirumah juga Nay”, jawabnya. “Owh, buka usaha di rumah ya, usaha apa Mah?” tanyaku lagi. “Orang tua Amah di rumah jadi tukang urut, orang tua Amahkan tuna netra semuanya Nay, masa kamu nggak tahu?, oh iya Amah belum pernah cerita ya ke Inay,” jawabnya dengan mata berkaca-kaca. Aku melihat ada air mata dipelupuk matanya. Tapi mungkin ia tahan, karena ia tidak mungkin menangis dihadapanku.
“Maaf ya Amah, kalau aku nanya gitu ke Amah, jadi nggak enak nih aku”, kataku kepada Amah. “Iya Nay, nggak apa apa kog,”jawabnya. “Tapi Ibunya Amah bisa masak?” tanyaku lagi. “Bisalah, setiap hari juga yang masak ibunya Amah, kadang pasien aja heran gimana masaknya”, jawab Amah. “Tapi memang ayah sama ibu itu sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri tanpa bantuan orang lain, mungkin karena kebiasaan itu mereka menjadi terbiasa,”tambahnya lagi.
Ayahnya sudah mengalami tuna netra sejak lahir, sedangkan ibunya mengalami kebutaan sejak masih anak-anak karena mata beliau terkena lemparan bola volly. Sejak saat itu ibunya mengalami kebutaan. Sebenarnya masih bisa melihat, tetapi hanya bisa melihat cahaya lampu. Aku sangat kagum dengan keluarga Amah. Meskipun lahir dari keluarga yang sangat sederhana dan tinggal di sebuah kontrakan yang sangat sederhana pula, tetapi Amah bisa melanjutkan kuliah di perguruan tinggi Islam negeri di Jakarta yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mendapatkan beasiswa BLU (Badan Layanan Umum) UIN Jakarta. Dia kini sekelas denganku di jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora.
Mendengar cerita tentang keluarga Amah, membuatku tak henti-hentinya mengucapkann rasa syukur kepada Allah SWT karena telah memberikan kepadaku kedua orang tua yang tiada memiliki kekurangan sesuatu apapun. Memang benar sabda Rasulullah SAW ketika masalah beribadah kepada Allah maka lihatlah orang yang di atasmu, apabila masalah harta dan kekayaan maka pandanglah yang berada dibawahmu, ini semua bertujuan agar kita senantiasa meningkatkan keimanan dan meningkatkan ibadah kita kepada Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. dan tentu juga agar kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diberikan kepada kita. Semoga kita semua menjadi umat yanag senantiasa bersyukur dan buakan menjadi umat yamg kufur. Aamiin.