Sudarnoto Abdul Hakim: Diskusi Internasional MUI dan ASEAN Hadapi Islamofobia
Jakarta, (7 Agustus 2023). Kasus-kasus pelecehan, diskriminasi, dan ujaran kebencian terhadap Islam dan umat Muslim yang terus terjadi di berbagai negara telah menimbulkan kegelisahan dan kemarahan di kalangan masyarakat Muslim di seluruh dunia. Salah satu contoh yang baru-baru ini mencuat adalah peristiwa pembakaran Al-Qur'an di Swedia dan Denmark. Tindakan ini telah sangat menghancurkan hati kaum Muslim. Lebih mengkhawatirkan lagi, saat diketahui bahwa pihak kepolisian di Swedia dan Denmark membiarkan tindakan tersebut terjadi.
Untuk mengatasi persoalan yang semakin mendesak ini, Dewan Pimpinan MUI melalui Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI) MUI telah mengadakan Diskusi Internasional dengan tema "Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN". Kegiatan ini digelar di Aula Buya Hamka, Gedung MUI Jakarta pada hari Senin kemarin (7/8/2023). Diskusi ini bertujuan untuk menjadi salah satu bentuk kampanye dalam memerangi Islamofobia, yang juga sekaligus sebagai bagian dari rangkaian perayaan HUT ke-56 ASEAN dan Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Diskusi ini juga bertujuan untuk merumuskan strategi dalam memerangi Islamofobia di kawasan Asia Tenggara yang merugikan umat Islam dan kemanusiaan secara luas. Selain itu, kami ingin mendorong kerjasama internasional, dialog antaragama, dan pengembangan peradaban sebagai langkah dalam mengatasi Islamofobia serta membangun perdamaian," ujar Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A, selaku Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI), ketua penyelenggara acara tersebut. Ia juga merupakan Wakil Rektor UIN Jakarta tahun 2010-2015, dan saat ini aktif mengajar di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Diskusi internasional ini diselenggarakan dalam format hybrid dan dihadiri oleh sejumlah tokoh dan pembicara penting dari negara-negara ASEAN, termasuk Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina. Dubes Indonesia untuk Kuwait, Tri Tharyat, juga turut menjadi salah satu pembicara dalam acara ini.
Prof. Dr. Hafid Abbas, yang merupakan Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI periode 2012-2017, serta Presiden Global Alliance of National Human Rights Institution (GANHRI) di Asia Tenggara periode 2014-2015, juga telah menyampaikan pandangannya melalui artikel yang diulas dalam diskusi tersebut.
"Kami berharap bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, dapat menjadi contoh dalam gerakan internasional melawan segala bentuk Islamofobia dengan sungguh-sungguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah dicanangkan oleh PBB, termasuk memperingati 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia," ungkap Hafid Abbas.
Aksi Islamofobia bukan hanya mempengaruhi umat Muslim, tetapi juga melanggar nilai-nilai dasar hak asasi manusia, demokrasi, kedaulatan negara, dan kebebasan beragama. Mengabaikan tindakan yang merendahkan ini dengan dalih kebebasan berekspresi atau isu politik sangatlah naif. Padahal, hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia serta penghinaan terhadap agama.
"Mulai saat ini, kita harus bersatu dan bersama-sama menyuarakan bahwa Islam harus diperlakukan dengan hormat. Kita harus menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama perdamaian," tegas Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA, Guru Besar bidang HAM dan gender di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Diskusi tersebut diakhiri dengan pembacaan Deklarasi tentang Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN oleh Yanuardi Syukur, Pengurus Komisi HLNKI MUI. Salah satu poin dalam deklarasi ini adalah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Memerangi Islamofobia. Tanggal ini dipilih untuk mengenang tragedi penembakan di Masjid Christschurch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang. Selain itu, juga disuarakan pentingnya pengesahan UU Anti-Islamofobia sebagai langkah untuk melawan kebencian dan ketakutan yang tidak beralasan terhadap Islam.
Kontributor: Siti Fatimah Azzahra
Editor: Faizal Arifin