Sejarah Emosional Perempuan Eks-Tapol, Bagaimana Mereka Bisa Survive? 
Sejarah Emosional Perempuan Eks-Tapol, Bagaimana Mereka Bisa Survive? 

Acara webinar tadi pagi dibuka dengan kutipan ayat QS. Ali Imron ayat 10, harapannya ayat ini menjadi landasan kuat gagasan sejarah bisa di integralkan dengan Al Qur’an sehingga seminar keperempuanan ini penting digelar tidak hanya nantinya menjadi gagasan saja namun dapat diaktualisasikan dalam tindakan sosial, tutur Dr. Ade selaku Dekan FAH dalam sambutan pembukanya.

Tema pembahasan seminar MSKI pagi tadi adalah “pertarungan memori kolektif dan identitas: perempuan eks-tapol 65 di Indonesia kontemporer”. Menariknya bagaimana sikap perempuan eks-tapol bisa ­survive  dengan keadaan sosial politik yang bergejolak, seminar ini akan didampingi oleh narasumber ahli yang baru saja menyelesaikan disertasinya di UI. Harapannya seminar ini memberikan insight kepada peserta seminar yang didominasi oleh mahasiswa MSKI untuk menulis tesisnya, Tutur Prof. Djajat Kaprodi MSKI.

Perempuan eks-tapol adalah perempuan-perempuan tahanan politik orde baru yang terbebani oleh stigma negatif atas konstruksi negara , setelah masa tahanan selesai mereka harus mengalami over shock psikis atas penilaian miring masyarakat sekitar bahkan dilingkungan keluarganya sendiri. Kondisi tersebut sangat tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, sehingga beban psikis yang terjadi adalah hilangnya kepercayaan antara masyarakat kepada mereka atau mereka kepada masyarakat sekitar. Cerita sejarahnya sangat emosional. Tanggapan Bu Sarah.

Ternyata mereka tidak tinggal diam, perempuan eks-tapol ini bahkan membentuk jejaring sesama perempuan eks-tapol diberbagai daerah kemudian menjadi satu komunitas untuk mewadahi mereka, Mula mula mereka membentuk organisasi untuk mendukung ekonomi dan layanan kemasyarakatan eks-tapol sebagai ruang artikulasi mereka. Mereka juga tidak segan menunjukkan diri sebagai bagian dari nasionalis.

Bu Amurwani selaku narasumber menjelaskan dalam penelitiannya bahwa menggunakan sejarah lisan sebagai sumber penelitian dengan objek yang menantang menjadi tingkat kesulitas tersendiri. Walaupun begitu sejarah ini penting untuk ditulis sebagai khazanah sejarah Indonesia.

Akhirnya perempuan eks-tapol dengan kerentanannya tidak menjadikan mereka down dengan stigma yang negatif, justru mereka menjadikan ruang kosong sejarah mereka sebagai peluang kontruksi sejarah. Misi tersebut dimaksudkan untuk merekontruksi memori kolektif dan identitas yang selama ini telah di konstruksi oleh negara.  Tutur Bu Amurwani menutup pembahasannya.

                Akhirnya seminar ini yang digelar secara hybrid oleh prodi MSKI berakhir dengan antusiasme tinggi baik oleh narasumber maupun peserta yang hadir. Bu Nisa berharap semoga seminar ini menjadi penyegaran di awal periode MSKI dan menggunggah semangat berkarya mahasiswa MSKI, sambungnya.

Mamluatun Adimah, 24 Mei 2023