Peringatan September Hitam dan Mimbar Bebas oleh Mahasiswa: Mengenang Gerakan Separatis & Gestapu dalam Mengahayati Sumpah Pemuda
Jakarta, 2 Oktober 2024 – Ratusan mahasiswa memadati landmark Fakultas Adab dan Humaniora dalam acara Peringatan September Hitam dan Mimbar Bebas yang bertemakan "Gerakan Separatis & Gestapu". Acara yang diselenggarakan pada Rabu, 2 Oktober 2024, pukul 16.00 WIB ini digelar untuk mengenang peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang menjadi titik perubahan penting dalam sejarah politik Indonesia. Serta mengajak para mahasiswa memaknai perjuangan Pemuda dalam Peringatah Sumpah Pemud 28 Oktober.
Peristiwa G30S pada 30 September 1965 menjadi salah satu episode sejarah paling kelam di Indonesia, yang mengakibatkan transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Acara ini bertujuan tidak hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk membuka ruang refleksi bagi para mahasiswa mengenai peristiwa tersebut. Selain mengenang peristiwa G30S, pada acara kali ini mahasiswa juga diajak untuk memaknai Sumpah Pemuda, sebuah momen penting dalam sejarah bangsa yang tercetus pada 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan tonggak bersatunya berbagai suku dan golongan di Indonesia dalam semangat persatuan. Deklarasi ini menegaskan tekad para pemuda untuk menjunjung tinggi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.
Ketika mahasiswa dari Fakultas Adab dan Humaniora mengenang peristiwa G30S dan menggali makna sejarah, semangat Sumpah Pemuda menjadi relevan sebagai pengingat bahwa perjuangan tidak berhenti pada satu generasi atau satu peristiwa saja. Refleksi pada Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa solidaritas dan persatuan adalah kunci dalam menghadapi berbagai tantangan sejarah dan politik. Peringatan Sumpah Pemuda pada akhir bulan Oktober menjadi momen yang tepat untuk merenungkan kembali komitmen dan kontribusi generasi muda dalam membangun bangsa. Ketika kita merenungi peristiwa-peristiwa kelam seperti G30S, semangat Sumpah Pemuda mengingatkan kita bahwa kekuatan persatuan dan keberagaman telah teruji sepanjang sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa narasi sejarah sering kali dibentuk oleh kepentingan tertentu, sehingga penting bagi kita untuk terus menggali kebenaran dan memahami berbagai perspektif yang ada.
Beberapa pembicara yang turut hadir antara lain Fajar Adam, Wakil Presiden Mahasiswa BSA 2024-2025, Luthfi Ahmad dari komunitas Lkissah, dan Ananda Riski Syuhada dari Rusabesi. Ayatullah Aldino, Direktur Ruang Tarjim 2024-2025, bertindak sebagai pemandu acara, memberikan wawasan dan arahan sepanjang acara berlangsung.
Diskusi yang berlangsung dalam suasana penuh refleksi menyoroti berbagai perspektif tentang apa yang sebenarnya terjadi pada malam 30 September 1965. Narasumber mengangkat bahwa sejarah resmi dari Orde Baru sering kali menekankan keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor utama, namun banyak sejarawan kontemporer memandang peristiwa tersebut lebih kompleks, melibatkan berbagai aktor politik, militer, bahkan kekuatan asing seperti CIA. Dalam semangat Sumpah Pemuda, mahasiswa diajak untuk lebih kritis terhadap sejarah, tidak hanya menerima narasi resmi begitu saja, tetapi juga melakukan kajian dan refleksi yang mendalam. Generasi muda diharapkan dapat terus meneruskan semangat persatuan tersebut untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Momen ini juga menjadi ajakan bagi kita semua untuk menghormati dan mengenang jasa para pejuang yang telah gugur, serta membangun kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Diskusi dan refleksi yang berlangsung diharapkan mampu melahirkan kesadaran kolektif untuk terus menggali kebenaran sejarah dan menciptakan masa depan yang lebih adil. Penampilan seni dari kelompok Artefah dan Jipers menambah kesan mendalam dalam acara ini, membawa tema peringatan melalui seni yang penuh makna dan refleksi.
Dalam semangat Sumpah Pemuda, mahasiswa diajak untuk lebih kritis terhadap sejarah, tidak hanya menerima narasi resmi begitu saja, tetapi juga melakukan kajian dan refleksi yang mendalam. Generasi muda diharapkan dapat terus meneruskan semangat persatuan tersebut untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Momen ini juga menjadi ajakan bagi kita semua untuk menghormati dan mengenang jasa para pejuang yang telah gugur, serta membangun kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Acara ini bukan sekadar peringatan seremonial, melainkan ruang refleksi yang mendalam bagi kita semua untuk mengenang dan memahami sejarah bangsa yang penuh luka dan kontroversi. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa diajak untuk lebih kritis terhadap sejarah, memahami bahwa narasi yang ada sering kali dibentuk oleh kepentingan tertentu. Diskusi dan refleksi yang berlangsung diharapkan mampu melahirkan kesadaran kolektif untuk terus menggali kebenaran sejarah dan menciptakan masa depan yang lebih adil. Semoga peringatan ini menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya kenangan masa lalu, tetapi juga pelajaran penting untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Panjang umur perjuangan, dan semoga para pejuang yang telah gugur dikenang dengan penuh hormat dan kebanggaan.
Kontributor: Sindy Amelia / Risa tania