Peran Alumni UIN Jakarta dalam Peradaban
Peran Alumni UIN Jakarta dalam Peradaban

Soal telah berperannya alumni UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam peradaban, agaknya, sulit untuk disangkal. Bukan hanya dalam peradaban lokal dan Nasional, melainkan juga peradaban Dunia. Paling tidak, dalam batas-batas tertentu. Yang dimaksud dengan peradaban di sini adalah kebudayaan maju/tinggi dalam pengertian luas, baik sebagai wujud ide (pola pikir dan pola rasa), wujud tindakan, maupun wujud benda.

Peran pertama dan utama dari alumni UIN Jakarta adalah peran dalam bidang keagamaan sebagai peran tradisionalnya, terutama para alumni UIN saat masih menjadi ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) dan IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Perannya dalam bidang ini bisa dilihat dari: (1) peran mereka sebagai ulama (ustadz/kiyai) yang berfungsi sebagai penjaga gawang keimanan ummat. Bidang ini lebih dikenal sebagai bidang dakwah billisan/tabligh. Tokoh ynag bisa dirujuk antara lain KH. Zainuddin MZ., Dr. Tuti Alawiyah, dan belakangan KH. Yusuf Mansur. (2) Perannya sebagai sebagai ilmuan atau akademisi, termasuk di dalamnya para peneliti keagamaan, yang membahas masalah keislaman dalam perspektif ilmu pengetahuan modern yang empiris dan/atau rasional. Tokoh semisal Prof. Nurcholish Madjid, Prof. Azyumardi Azra, dan Prof. Komaruddin Hidayat merupakah tiga dari banyak alumni UIN Jakarta yang menempuh jalur ini. (3) Perannya sebagai guru agama di sekolah dasar dan menengah yang tokohnya amat banyak di berbagai provinsi/kabupaten/kota. (4) Perannya sebagai administratur di bidang agama yang umumnya menjadi pejabat di Kementerian Agama dari berbagai levelnya atau bidang kerohanian di berbagai pemda. Tokoh puncak yang menjadi menteri semisal Suryadarma Ali bisa kita kemukakan di sini. Meski ada sebagian kecil alumni UIN Jakarta yang bergerak di bidang keagamaan berperspektif konservatif bahkan fundamentalis, secara umum para alumni UIN Jakarta ini konsisten menampilkan dan menyebarluaskan Islam yang tidak bertentangan dengan kemodernan dan keindonesiaan.

Sesuai dengan perubahan IAIN Menjadi UIN belakangan, maka peran alumni UIN Jakarta makin berkembang (merambah bidang non-keagamaan). Yang menarik perubahan peran ini sudah terjadi jauh sebelum IAIN Menjadi UIN Jakarta. Kecenderungan ini berawal dari penguasaan mahasiwa IAIN atas ilmu agama sebelum masuk dan saat masuk menemukan ilmu yang diulang di kelas. Bagi mereka, belajar ilmu-ilmu modern yang belum dikuasainya, meski tidak diajarkan di kelas, karena itu, merupakan kecenderungan banyak mahasiswa.  Sebaginnya berawal dari keinginan mendalami ilmu lain yang modern dan dibutuhkan dalam kehidupan, berbarengan dengan mendalami ilmu agama, sebagai panggilan hidup demi progersifitas yang dengannya mereka bisa memelihara hal lama (ilmu kegamaan) dan mengambil hal baru (ilmu pengetahuan modern). Di Ciputat kala itu bermunculanlah kelompok-kelompok studi yang membahas ilmu-ilmu yang di IAIN kala itu dipeljari sedikit, bahkan tidak dipelajari sama sekali, meski ada juga sebagiannya belajar mandiri. Keinginan untuk mempelajari ilmu umum modern itu juga kala itu difasilitasi oleh adanya organisasi ekstra yang dengan organisasi ini, para mahaiswa IAIN bisa berinterkasi dengan aktivis dari kampus lain dengan ilmu-ilmu modernnya. Tentu saja, kini pertemuan para mahasiswa/alumni UIN Jakarta dengan ilmu-ilmu modern lebih difasilitasi lagi, karena saat IAIN menjadi universitas berkembang pengkajian secara sistematis atas ilmu-ilmu yang dulu secara formal tidak diajarkan.

Akibatnya, para alumni UIN/IAN Jakarta kini semakin merambah bidang-bidang lain. Di antaranya: (1) dunia kewartawanan. Tokoh seperti Mauludin Anwar yang menjadi Direktur Pemberitaan SCTV atau Budi Rahman Hakim yang menjadi Komisaris Koran Tangsel Pos beserta General Managernya Atho al-Rahman merupakan salah satu contoh. (2) Bidang Politik, baik sebagai pengamat maupun praktisi. Alumni yang jadi pengamat politik yang bisa dikemukan tentu banyak. Untuk menyebut sebagian saja, tokoh seperti Fachry Ali dan Burhanudian Muhtadi bisa kita kemukakan. Sedang praktisi politik yang bisa dijadikan contoh adalah Ade Komarudian, A. Zacky Siradj, dan Tb. Ace Hasan. Semuanya adalah politisi Partai Golkar. Sebagian alumni, bahkan berhasil menjadi gubernur di Jambi dan salah seorang dari alumni UIN Jakarta juga ada yang menjadi bupati di Kalimantan, kalau tidak salah Kalimantan Barat. Termasuk juga yang bergerak di dalam bidang politik adalah: (a) para alumni yang bekerja di KPU (Komisi Pemilihan Umum), baik di pusat seperti Hafizh Anshari maupun KPU daerah seperti di wilayah Propinsi Banten yang tak terhitung. (b) para alumni yang menjadi konsultan atau para peneliti survei di berbagai lembaga riset. Imamnya dalam bidang ini adalah Saeful Mujani. (3) Bidang hukum seperti Wahiduddin Adam yang menjadi anggota Hakim Mahkamah Konstitusi. (4) Bidang LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) seperti Ihsan Jamet sebagai aktivis lingkungan hidup atau Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani. (4) Bidang filantropi Islam semisal KH. Didin Hafiuddin dan masih banyak lagi yang lain, baik yang bekerja di BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah)  maupun LAZIS (Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah). (5) Bidang usaha ekonomi seperti Yusuf Muhadji yang bekerja di PT. Bukaka Teknik, atau Amin Anwar dan Khalilur Rahman sebagai pengusaha batu bara. (6) Bidang kedokteran dimana lewat UIN Jakarta kini banyak santri menjadi dokter.        

Lebih dari itu, sebagian alumni bahkan sudah bergerak dalam lingkup internasional. Di bidang ilmiah, selain Azyumardi yang mendapat penghargaan dari Ratu Elizabeth Inggris, Muhammad Ali dan Nadir Syah yang bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi Barat (AS dan Australia) merupakan salah satu contoh. Dalam bidang diplomasi, Muhamad Fachir yang kini menjadi Wakil Menteri Luar Negeri dan masih banyak lagi junior di bawahnya  bisa kita kemukan sebagai contoh.

Tentu saja untuk mengukur secara akurat peran alumni di atas memang perlu dilakukan penelitian dengan parameter tertentu. Namun, secara umum, kita patut berbangga menjadi bagian dari alumni UIN Jakarta, karena kiprah para alumninya yang cukup kuat dalam membangun peradaban, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Pada masa akan datang, agaknya, peran alumni UIN Jakarta akan makin lebih luas dan tinggi. Alasannya, karena pada tahun ini, berdasarkan tingkat keketatan ujian masuk SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi) dalam bidang IPA, UIN Jakarta peringkat kedua Nasional, lebih ketat ketimbang UI, berdasarkan ukuran perbandingan jumlah peminat dengan kuota yang tersedia. Wallahu a’lam.