Pemerintah Harus Andil Kembangkan PTAI
Sejarah mencatat kunci pengembangan perguruan tinggi agama Islam (PTAI) tak bisa dilepaskan begitu saja dari keterlibatan dan komitmen pemerintah. Menurut guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sukron Kamil, terdapat hubungan simbiosis antara perguruan tinggi dan kekuasaan. "Pemerintah harus memberikan komitmen setinggi-tingginya pada kemajuan pendidikan," tuturnya. Berikut petikan wawancara Republika, Amri Amrullah, dengan pakar adab dan humaniora itu.
Islam berjasa meletakkan fondasi perguruan tinggi modern. Menurut Anda?
Perguruan tinggi Islam dalam sejarahnya memang menjadi prototipe bagi perguruan tinggi yang ada di dunia Barat. Ini berarti peradaban keilmuan di Barat sangat dipengaruhi oleh model pengembangan pengetahuan di perguruan tinggi Islam saat itu, termasuk Universitas al-Azhar dan al-Qarawiyyin. Madrasah Nizhamiyah yang pada abad 11 Masehi, di Baghdad, juga memiliki pengaruh terhadap perguruan tinggi di Barat.
Seperti, perguruan tinggi pertama di Prancis yang didirikan oleh murid pertama berpaham Averroesm atau pemikiran, Ibnu Rusydi. Di antara para muridnya itu ada Romanes yang kemudian dihukum mati oleh gereja Katolik saat itu. Ia dihukum karena memahami pelangi sebagai refleksi cahaya dengan air, berbeda dengan paham gereja saat itu yang memandang pelangi adalah tanda Tuhan yang akan menghukum suatu negeri.
Dan banyak lagi para Averroesm, termasuk Galileo Galilei. Fondasi lain yang diambil perguruan tinggi modern dari perguruan tinggi Islam pada abad pertengahan adalah seragam jubah. Itu juga berpengaruh pada beberapa universitas tua di Italia, seperti di Sisilia yang dulu merupakan bagian dari kekuasaan Islam. Univeritas al-Azhar sangat efektif sebagai fondasi peradaban Islam saat berada di bawah Dinasti Ayubbiyah, di bawah Shalahuddin al- Ayubbi.
Perguruan tinggi Islam saat itu juga mengembangkan observatorium. Prototipe universitas di Barat itu sama dengan yang ada di universitas tua di dunia Islam. Pertama, di satu sisi sebagai perguruan tinggi, selain itu juga sebagai lembaga kepustakaan terpusat, lembaga penerjemahan, serta observatorium keilmuan.
Memang ada perbedaan di Eropa dalam perjalanannya, antara perguruan tinggi yang dibangun oleh lembaga agama atau gereja. Model perguruan tinggi ini dibangun untuk mewujudkan ulama pemikir, penjaga gawang keimanan. Sedangkan, dalam perjalanannya, ada universitas yang didirikan sebagai lembaga sains, komitmennya hanya pada ilmu, apa pun ilmunya walaupun bertentangan dengan agama, itu tidak penting. Hal ini tidak terlepas dari tekanan gereja yang mengekang keilmuan yang tidak sesuai dengan paham gereja.
Apa faktor penentu keberhasilan perguruan tinggi awal Islam?
Ada banyak faktor. Pertama, memang dalam sejarah ilmu ada hubungan simbiosis antara perguruan tinggi dan kekuasaan. Artinya, komitmen pemerintahan saat itu dalam pengembangan ilmu memang tidak terbantahkan kekuatannya. Misalnya Khalifah Baghdad, seperti Harun ar- Rasyid memberikan hadiah kepada para penerjemah itu emas seberat buku yang ia terjemahkan. Demikian juga bagi para- para penyair.
Jadi, kalau kita hubungkan sejarah dengan saat ini, bila ingin mengembangkan ilmu dan pendidikan maka pemerintah harus memberikan komitmen yang setinggi-tingginya pada kemajuan pendidikan. Problem kita dan khususnya dunia Islam saat ini, di sini bahkan beberapa menjadikan lembaga pendidikan sebagai bagian dari kapitalisme dengan kualitas pendidikan yang buruk.
Tentu ada faktor lain, misalnya, fasilitas riset dan kepustakaan dalam kebebasan akademik. Ilmuwan seperti al- Farabi pada zamannya mengembangkan filsafatnya setelah mempelajari banyak filsafat-filsafat Yunani. Hal itu juga dilakukan al-Ghazali yang juga merupakan guru besar dari perguruan Nizhamiyah. Jadi, riset harus didorong, apalagi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pascaruntuhnya Bagdhad, kecenderungan perguruan tinggi berada di anak benua India. Menurut Anda?
Nah, setelah runtuhnya Baghdad oleh pasukan Mongol, peradaban Islam memasuki Abad Pertengahan. Baghdad yang dihancurkan saat itu menjadi pusat peradaban Islam di saat Dinasti Abbasiyah. Di sana memang banyak literatur keilmuan yang rusak dan hilang. Hal itu karena Bait al-Hikmah yang menjadi perpustakaan dan sumber keilmuan peradaban Islam terbesar dibumihanguskan oleh pasukan Hulagu Khan dari Mongolia.
Dalam perjalanan satu abad, kemudian keturunan Hulagu Khan ini masuk Islam, bernama Timur Lenk, meskipun perilakunya juga tidak baik. Jadi, hampir dua abad peradaban, Islam tenggelam setelah runtuhnya Baghdad. Nah pada abad ke-15, dunia Islam mulai berkembang lagi dengan berdirinya tiga kerajaan besar, Turki Usmani, Mughal, dan Safawi. Dari sini memang harus diakui Mughal yang menguasai anak benua India menjadi perkembangan perspektif keislaman, khususnya keislaman sufistik.
Ini terbawa hingga abad ke-18 dan 19 memang banyak lahir pemikir Islam baru muncul di Asia Selatan, seperti India dan Pakistan. Pada periode pertengahan hingga modern ini juga dunia Islam memperlihatkan peradaban Islam bukan peradaban Arab saja. Sastra-sastra berkembang menjadi sastra di era Mughal, Persia, dan Turki. Karena, yang dominan bukan bangsa Arab, dibuktikan bahasa Arab saat itu tidak menjadi satu satunya bahasa intelektual Islam.
Sejauh mana Anda memotret PTAI di dunia Islam masa kini?
Perguruan tinggi di dunia dan di Indonesia saat ini terus berkembang baik. Banyak perguruan tinggi di dunia Islam yang penuh sejarah, bersaing dengan PTAI dari kawasan Asia Tenggara. Kini banyak yang melihat model perguruan tinggi di kawasan Asia Tenggara. Nah memang tren dunia saat ini melihat Indonesia dan Malaysia sebagai acuan pengembangan pendidikan Islam yang sangat toleran.
Sisi lain adalah perguruan tinggi Islam di Indonesia itu memberikan pengaruh pada peradaban Islam di Nusantara. PTAI khususnya di bawah Kementerian Agama menggebrak bahwa ilmu Islam tidak harus melulu berkaitan dengan fikih, ada kalam atau teologi juga dikaji, tasawuf, akhlak, Alquran dan hadis tentunya. Bahkan, hingga sejarah dan politik.
PTAI Islam di Indonesia pun terus dimodernisasi, UIN sebagai unggulan PTAIN di Indonesia sudah bisa diterima di berbagai negara, baik dari sisi keilmuan para pemikirnya dan karya-karyanya. Walaupun PTAI dari sisi kuantitas karya masih belum banyak yang terpublikasi. Tapi, sekarang ketika dunia Islam membicarakan pendidikan tinggi Islam, Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu acuan dalam pengembangan peradaban Islam modern.ed: Nashih Nashrullah
Ditulis ulang dari Republika, Ahad, 6 September 2015, hal. 16