Nazam Tarekat: Sebuah Karya Sastra Pesantren Jawa Abad ke-19
Nazam Tarekat merupakan karya penting Kiai Ahmad ar-Rifai Kalisalak, seorang kiai pesantren Jawa yang hidup pada abad ke-19. Berdasarkan penelusuran di lapangan, ada empat naskah yang mengandung teks nazam Tarekat: satu naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta; satu naskah tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda; satu naskah milik Razaqun, seorang warga jamaah Rifaiyyah Pekalongan yang berprofesi sebagai penjilid dan penjual naskah-naskah kitab tarajjumah, dan satu naskah milik KH. Amin Ridho, tokoh Rifaiyyah Krasak, Mojotengah, Wonosobo.
Dari segi bahan naskah, naskah koleksi PNRI berbeda dengan tiga naskah lainnya; dalam hal ini naskah koleksi PNRI menggunakan kertas Eropa, sementara tiga naskah lainnya menggunakan naskah kertas pabrik. Pengamatan yang seksama menunjukkan bahwa kertas yang digunakan sebagai alas naskah nazam Tarekatkoleksi PNRI adalah kertas Eropa dengan cap kertas Pro Patria, sementara cap bandingannya adalah H.F. Charro & Zonen. Mengacu pada Churchill (1935: 13), dapat diasumsikan bahwa kertas Eropa dengan cap bandingan tersebut diproduksipada tahun 1836 di The Hague, Belanda.
Sebagaimana tertulis secara eksplisit dalam mukadimah teks di sejumlah naskah salinan, judul yang tertulis adalah Tarekat. Kepastian judul tersebut dapat dilihat dari pernyataan pengarang: ”maka ikilah kitab aran Tarekat ...”. Tidak berbeda dengan judul naskah, nama pengarang juga disebut secara eksplisit di mukadimah teks, di samping juga disebut secara eksplisit di halaman judul semua naskah salinan, yakni Ahmad ar-Rifai bin Muhammad.
Teks nazam Tarekat ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara pegon. Sebagaimana konvensi penulisan nazam dalam tradisi kesusastraan Arab, teks nazam Tarekat ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama merupakan paruh pertama bait, sedangkan kolom kedua merupakan paruh kedua bait. Secara keseluruhan, nazam Tarekat terdiri atas 4899 bait. Hal yang menarik, di naskah koleksi PNRI terdapat kolofondi halaman awal dan halaman akhir naskah yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara hanacaraka. Dari kolofon di halaman awal dan halaman akhir naskah tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah mulai disalin pada tanggal15 Ramadhan 1283 H/21 Januari 1867, dan selesai disalin pada tanggal 4 Jumadil Awal 1285 H/25 Juli 1868.
Hal yang menarik, selain kolofon di halaman awal dan halaman akhir naskah, di naskah koleksi PNRI juga terdapat catatan penyalin yang berisi informasi mengenai sifat naskah salinan, naskah babon yang dijadikan sumber perbandingan dalam proses penyalinan, dan identitas penyalinnya. Berdasarkan catatan penyalin tersebut, diketahui bahwa penyalin naskah koleksi PNRI adalah Hasan Dimeja bin Abu Hasan, santri langsung Kiai Ahmad ar-Rifai Kalisalak. Hal lain yang penting dalam catatan penyalin di naskah koleksi PNRI adalah pernyataan penyalin bahwa naskah salinannya sudah melalui proses bandhungan dengan naskah tulisan tangan pengarangnya. Menurut Kiai Amin Ridho, sesepuh Rifaiyyah Wonosobo dan sekaligus cicit Hasan Dimeja, istilah bandhungan merupakan kegiatan membandingkan suatu kitab yang telah disalin dengan kitab lain untuk kepentingan perbaikan kitab setelah penulisan kitab yang pertama selesai.
Teks nazam Tarekat berisi pembahasan mengenai masalah masalah tarekat sebagai jalan yang benar menuju keridaan Allah. Teks dimulai dengan basmalah, puji-pujian kepada Allah, dan selawat kepada Nabi Muhammad saw.serta keluarganya. Setelah itu dilanjutkan dengan penuturan pengarang mengenai judul kitab tarajjumah dan muatan isinya. Teks bagian akhir berisi anjuran pengarang untuk mengikuti dan meneladani guru yang alim-adil. Pada halaman akhir, setelah teks nazam Tarekat berakhir, terdapat kolofon selesainya penulisan teks, yakni Selasa, 2 Jumadil Awal 1257 H/22 Juni 1841.
Sebagai karya sastra pesantren, ada dua hal pokok yang menarik dari nazam Tarekat: bentuk dan isi. Dari segi bentuk, penulisan nazamTarekat dalam bentuk nazam berbahasa Jawa dengan aksara pegon dengan sendirinya menunjukkan sifat nazam Tarekat sebagai karya adaptasi puitika Arab ke dalam puisi Jawa. Dengan demikian, kehadiran nazam Tarekat di pertengaan abad ke-19 dengan sendirinya membawa warna baru bagi perkembangan sastra pesantren Jawa secara khusus dan sastra Jawa secara umum.
Adapun dari segi isi, meskipun berjudul Tarekat, nazam Tarekat tidak seperti umumnya kitab-kitab tarekat yang berisi pembahasan mengenai syaikh, baiat, silsilah, ritual zikir, dan berbagai hal yang berkaitan dengan kode etik hubungan murid dengan guru serta hubungan sesama murid, namun justru sarat dengan kritik tajam terhadap penguasa, baik penguasa kolonial maupun penguasa lokal. Dengan demikian, ajaran tarekat seperti itu dengan sendirinya menunjukkan gagasan tarekat pengarangnya, yakni Kiai Ahmad ar-Rifai Kalisalak, yang tidak semata-mata berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, atau hubungan sosial antar sesama manusia, namun juga berkaitan dengan sikap moral terhadap kekuasaan (M. Adib Misbachul Islam).