MENJADI KALIGRAFER PROFESIONAL & ENTERPRENEUR SUKSES
Profesi adalah “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Kaligrafer profesional adalah orang hebat yang telah memilih kaligrafi sebagai bidang profesinya. Kaligrafi baginya adalah way of life atau jalan hidup yang menjadi alat da’wah bil qolam, aktivitas harian, hiburan, hingga sumber usaha yang menghasilkan uang. Dengan profesinya yang bernuansa rekreatif ini, sesungguhnya seorang kaligrafer bisa menjadi seorang enterpreneur atau pengusaha sukses dengan mengolah kaligrafi atau pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengannya menjadi “pabrik uang” atau “pundi-pundi” yang bernilai ekonomis tinggi. Konsekuensi dari “penyulapan kaligrafi jadi profesi”, bukan semata kesenangan atau pengisi waktu senggang, adalah berpadu dan berkumpulnya segala unsur dan komunitas dalam satu “tong kaligrafi”, yaitu khattat/kaligrafer atau pelukis yang memproduksi karya kaligrafi, penikmat seperti penonton atau kolektor, pelaku kegiatan seperti event organizer dan peserta lomba, dan pengusaha. Lebih dahsyat lagi bila kaligrafer sendiri terjun menjadi pengusaha kaligrafi. Ibnu Al-Muqaffa mengatakan: الخط للأميرجمال، وللغنى كمال، وللفقيرمال “Kaligrafi bagi Sang Pangeran adalah keindahan, bagi hartawan adalah kesempurnaan, dan bagi si fakir adalah uang.” Memulai dari Latihan Langkah pertama menuju professional adalah dengan memantapkan tulisan, tidak hanya menguasai gaya-gaya huruf (seperti Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, dan Kufi ditambah gaya-gaya kaligrafi kontemporer), tetapi sanggup menatanya jadi karya yang indah melalui belajar, latihan, dan eksperimen yang terus-menerus seperti dikatakan penyair ini: داوم على الدرس لاتفارقه، العلم بالدرس قام وارتفع “Teruuuuuuslah belajar, jangan tinggalkan pelajaran. Sebab dengan belajar, ilmu meningkat dan berkembang.” Kontinuitas latihan ini merupakan syarat fundamental untuk memperindah tulisan ( ة إن الدداومة على التمارين اليومية شرط أساسى فى الإجاد ( , sedangkan menyusunnya dalam lukisan menuntut usaha yang berkali-kali dengan memilih tataletak yang pas untuk mencapai keseimbangan ( الإنسجام ) yang logis. Ini, tentu saja, memerlukan waktu panjang, kesabaran luarbiasa, dan ketekunan mencontoh karya-karya master supaya sampai kepada rahasia-rahasia kehebatan mereka. Dalam hal ini, seperti disebut-sebut oleh Prof. Arseven, “menciptakan seorang kaligrafer ternyata jauh lebih sulit daripada menciptakan seorang pelukis” ) )إن تكوين الخطاط أصعب من تكوين الرسام . Muhammad ibn Said Syarifi mengukuhkan klaim tersebut dalam tulisannya: إن فن الخط اليدوى الحر، الذى لايعتمدعلى الدسطرة والدوار، يحتاج إلى تجارب مضنية، وتمارين عديدة، لرسم الحرف على أحسن أوضاعها، والكلمات على أوفق سطورها، فتتمكن منهاالأنامل، ويرضى عنهاالخطاط، ويقدرها الشاهد، ويرتاح إليهاالراؤون. Sesungguhnya, seni tulis tangan bebas yang tidak tergantung kepada penggaris dan jangka, butuh eksperimen yang kontinyu dan banyak training untuk melukis huruf-huruf yang indah tataletaknya dan kalimat yang akurat garis-garisnya. Dengan demikian jemari menjadi kukuh, kaligrafernya ikut puas, para impressario dapat mengapresiasi, dan seluruh penonton bisa relaksasi.” Demi mengejar “level professional” dengan seberapa lama waktu yang diperlukan untuk berlatih dan uji coba, bisa dilihat dari kebiasaan yang diamalkan seorang kaligrafer professional Tunisia Naja Al-Mahdawi ini: قدأصل فى اليوم الواحدأكثرمن 13 ساعة. أعمل بصورة مستمرة. مكدة ولردة. أناأبحث دائما: قدأصل إلى نقطة خاطئة، أوإلى كشف موفق. قدأتقدم أوأتراجع.ً صورة عملى الفنى لاأعرفهامسبقا، بل أتوصل إليها. “Adakalanya sehari saya bekerja lebih 13 jam. Saya bekerja secara kontinyu, gigih, dan sungguh-sungguh. Saya menggali terus: kadang-kadang sampai ke titik yang salah atau ke penemuan yang cocok. Terkadang saya maju atau adakalanya surut lagi ke belakang. Gambaran kerja seni saya tidak kuketahui sebelumnya, tapi saya berusaha sampai ke sana.” Pengamat seni Charbal Dagir mengomentari kegigihan Naja Al-Mahdawi dengan kata-kata “gila” yang maksudnya gila latihan: نجاالدهداوى لاينتظر"الحالة" مثلماننتظر "الإلذام".... عبثا. بل يبادرها، يناوشها، ينازلذا. اللعبة المجنونة. نجاالدهداوى يحاولذايوميا. دون ملل. دون تردد. مثل الصياد. “Naja Al-Mahdawi tidak menunggu kasus, seperti halnya kita menunggu ilham, karena hal itu sia-sia. Justeru dia mengejarnya, mengeruknya, menuruninya. Permainan gila! Naja Al-Mahdawi mengolahnya saban hari, tanpa jemu, tanpa ragu, persis pemburu.” Usaha-usaha ke arah kerja profesional ditempuh pula oleh para kaligrafer besar dengan bentuk yang variatif. Seperti Sami Afandi yang menghabiskan waktu enam bulan untuk menulis dua kata dengan khat Tsulus Jali di kanvas sebesar jendela terbuka. Sami juga pernah beberapa tahun hanya untuk mengoreksi lukisan-lukisannya sebelum dipamerkan. Muhammad Rasim yang karyanya dibeli dengan batu-batu mulia mengurung diri selama 10 tahun di padepokannya untuk menulis siang malam hingga kaligrafinya mencapai puncak place of assembly. Semua ini menunjukkan pada perhatian serius terhadap huruf dan kegigihan untuk mempercantiknya secara profesional. Bahkan dengan tekad “tidak berhenti sebelum merasa capek” demi untuk mengejar “puncak keelokan kaligrafi” ( ذروة جمال الخط ). Hasil dari belajar, latihan, dan uji coba terus-menerus tersebut harus dipelihara dengan disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengajar kaligrafi di sekolah, sanggar, keluarga atau komunitas lain seperti remaja mesjid dan lingkungan tetangga terdekat. (Kegiatan mengajar menuntut guru membuat persiapan-persiapan yang memaksanya untuk belajar dan berlatih lagi). 2. Aktif mengikuti lomba-lomba kaligrafi dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun luar negeri. (Setiap perhelatan lomba seperti MKQ biasanya diikuti kegiatan pelatihan atau training centre (TC) sehingga mendorongnya berlatih dalam jadwal waktu yang terstruktur).
- Terlibat kegiatan pameran sebagai latihan apresiasi dan untuk memperbandingkan karyanya dengan karya khattat/pelukis lain. Pameran adalah tempat ujian dan ajang evaluasi.
- Memasarkan karyanya langsung kepada peminat/pembeli atau melalui toko dan badan-badan pemasaran seperti Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional) dan Dekranasda.
- Mengikuti diskusi-diskusi seni untuk menambah wawasan. Pengetahuan yang bertambah akan menambah profesionalismenya semakin meningkat.