Ketika Ukhuwah Islamiyah Mulai Luntur
Ketika Ukhuwah Islamiyah Mulai Luntur
10943705_1027615457255508_1096403839909195541_nBeberapa orang nampak sedang membagikan majalah di halte UIN Jakarta (3/14)

Ukhuwah islamiyah membuat kita menumbukan rasa kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudara seakidah. Dengan berukhuwah akan timbul sikap saling menolong, saling pengertian dan tidak menzhalimi orang lain yang semua itu muncul karena Allah semata. Adapun firman Allah dalam surat Ali Imran:

واَعْتصِمُواْ بِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَـرَّقوُا وَاذْ كـُرُو نِعْمَتَ الله عَلَيْكُمْ إٍذْكُنْتُمْ أَعْـدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلـُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara.” (QS. Ali Imran [3]: 103).

Benarkah pernyataan ini untuk di era sekarang yang penuh akan konflik internal sesama ukhuwah islamiyah?

Coba kita menoleh kebelakang (flashback) di era dinasti Abbasiyah yang penuh akan zaman keemasan islam. Kemajuan yang tidak tanggung-tanggung baik di bidang sosial dan kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, pengetahuan agama, dan lain sebagainya. Pada zaman ini juga kita kenal akan perpustakaan Baitul Hikmah. Baitul Hikmah merupakan perpustakaan terbesar yang pernah dimiliki umat Islam di Baghdad. Perpustakaan ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan semasa zaman kegemilangan Islam. Terbayangkan tidak oleh pikiran kita sebagai orang muslim bahwasannya dibelakang nama perpustakaan ini adalah kata "Hikmah"? bukankah dalam islam tingkatan hikmah (wisdom) itu tinggi? Bahkan Sheikh Siti Jenar mengajarkan pemahaman yang lebih tinggi berupa ‘hikmah - wisdom’ di atas tingkatan level rendahan syariat, tarekat, hakikat, makrifat.

Kenapa pada zaman dinasti abbasiyah semua itu bisa dilakukan?

mungkin salah satu jawabannya adalah kuatnya ukhuwah islamiyah dan kita adalah satu Tauhid. Dan juga saya mengutip dari salah satu dosen fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta dalam pernyataannya yaitu bahwasannya pada zaman keemasan tersebut islam tidak mengenal akan kata "penaklukan", islam datang dengan indah dan penuh dengan kedamaian, untuk itu islam banyak diterima oleh banyak orang. dibalik itu semua mungkin ada benarnya juga bahwa sunni maupun syi`ah telah berkontribusi banyak dalam perdaban islam.

Menoleh lagi pada era yang sekarang ini dengan ukhuwah islamiyah kita yang pada hakikatnya adalah satu Tauhid. perbedaan aliran, pemahaman, ataupun merek lainnya yang mungkin menjadikan kita dalam egonya masing-masing, padahal kita adalah satu Tauhid. apakah karena dari kita semua yang saling berbeda pemahaman dan pemikiran langsung menjudgekan seseorang denga kata kafir, bid`ah maupun yang lainnya padahal kita adalah satu Tauhid. dan juga apakah kata 'penaklukan' tersebut muncul dizaman islam yang sekarang ini? kemungkinan hal tersebut bisa terjadi, karena kita yang sesama muslim telah menaklukan satu sama lain dan melunturkan ukhuwah islamiyah yang sudah kita bangun bersama-sama. jika itu terjadi, apakah kita bangga akan hal tersebut? apakah kita sudah berkontribusi besar dalam peradaban islam? mungkin bisa dijawab oleh qalbu dan pikiran kita masing-masing.

Kita menoleh sedikit dalam foto yang telah saya unggah dibawah ini, bahwasannya penyebaran agama lain telah datang kepada kita pada saat ini dengan cara zaman keemasan kita yang dahulu dengan penuh keindahan dan kedamaian bukan dengan kata 'penaklukan' yang saya sudah sebut tadi. mereka datang dengan cara melakukan penyebaran sebuah informasi yang ada didalam agamanya tersebut dalam sebuat alat/media cetak berupa majalah "SEDARLAH". Sedarlah! adalah majalah tentang kepercayaan yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, dan merupakan versi Indonesia dari majalah aslinya Awake! yang berasal dari Amerika. Majalah Awake! sendiri pertama diterbitkan di Brooklyn, New York, U.S.A. pada tanggal 1 Oktober 1919 dengan nama The Golden Age. Majalah ini adalah rekan dari majalah Menara Pengawal dengan perbedaan bahwa bila majalah Menara Pengawal lebih memfokuskan pada pelajaran Alkitab dan doktrin, maka Sedarlah! lebih umum karena menerbitkan juga artikel-artikel yang berkenaan dengan sains, alam, geografi, dan peristiwa-peristiwa sejarah negara dan dunia. Izinnya adalah ISSN 0005-237X (sumber: wikepedia). Majalah kami yang berdasarkan Alkitab dapat diunduh dalam lebih dari 200 bahasa, termasuk bahasa isyarat. Menara Pengawal memperlihatkan makna peristiwa dunia dari sudut pandang nubuat Alkitab. Majalah ini menghibur orang dengan kabar baik Kerajaan Allah dan membina iman akan Yesus Kristus. Sadarlah! menunjukkan cara mengatasi problem dewasa ini dan membangun keyakinan akan janji Pencipta tentang dunia baru yang aman dan damai. Pilih bahasa yang ada di kotak bahasa, dan klik Cari untuk melihat majalah dan format apa saja yang tersedia dalam bahasa itu (sumber: http://www.jw.org/id/publikasi/majalah/ ). mereka juga telah mempunyai suatu situs web resmi http://www.jw.org/id/ yang semua terbitannya bisa diunduh secara gratis, menerbitkan berbagai terbitan sebelumnya, serta mempunyai fitur Alkitab online yang kira-kira dalam 50 bahasa.

Pada pernyataan tersebut, saya secara sengaja mengambil beberapa majalah ini karena bukan ketertarikan saya dalam informasi yang dimuatnya, dikarenakan bahwa saya hanya ingin mengetahui seberapa besar mereka telah berkontribusi besar dalam sebuah kemajuan informasi. mohon maaf bila saya tidak menegor mereka sebelumnya dikarenakan saya belum mengetahui tentang pasal penyebaran agama. adapun pasal tersebut yaitu SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Pasal 4 Tahun 1979 menjelaskan bahwa pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan jika ditujukan pada orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain. Penyiaran agama yang dimaksud ini bisa dalam berbagai bentuk, seperti melakukan bujukan dengan atau tanpa adanya suatu pemberian, penyebaran brosur atau buku-buku, maupun melakukan kunjungan langsung (sumber http://nasional.republika.co.id/…/netwxr-jika-terbukti-bena…). yang saya pertanyakan adalah mengapa yang sudah mengetahui hukum ini tidak menegornya? padahal mereka telah menyebarkan selama 2 hari berturut-turut (yang saya amati) di lingkungan halte UIN Jakarta.

Jika sudah seperti ini:

- apakah kita akan menyebut Subhanallah ataukah Astaghfirullah?

- kemanakah kontribusi kita sebagai orang muslim dalam perkembangan informasi yang semakin membludak pada saat ini?

- apakah pernyataan "penaklukan" akan muncul dalam islam yang membuat kita terpecah belah dan ditertawakan oleh agama lainnya hanya dikarenakan perbedaan pemahman?

- apakah ukhuwah islamiyah kita sudah mulai luntur dikarenakan hanya mempunyai ego yang besar dalam perbedaan pemahaman dan pemikiran dalam agama kita sendiri padahal kita adalah SATU TAUHID?

mungkin pertanyaan ini bisa dijawab oleh hati dan pikiran kita masing-masing.

NB:

- tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui satu sama lain, melainkan hanya untuk kontribusi dalam kemajuan informasi.

- foto tersebut diambil pada bulan maret 2014

- jika ada pernyataan yang salah mohon di maklumkan dan juga menerima kritik dan saran, karena tulisan ini hanya sekedar untuk meningkatkan minat saya untuk menulis.

(Ahmad Jauzi: Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Jakarta)