Kaligrafi di MTQ Riau: Lancang Kuning Berlayar Tambah Kencang
Tulisan dan lukisan KALIGRAFI di MTQ Provinsi Riau XXXVII (11-18/12/2018) tambah dahsyat saja. Dahsyat dan memikat. Bukan hanya bikin hati saya senang. Saya malah terseret ke kenangan tahun 1994. Itulah waktu diselenggarakannya MTQ Nasional XVI di "Bumi Lancang Kuning" Riau. Saya jadi salahsatu jurinya. Sebelumnya, 8 x bolak-balik Jakarta-Pekanbaru untuk menggembleng 8 khattat Riau agar kuat bertempur dalam musabaqah akbar tersebut.
Dalam MTQNas 1994, saya bikin Dialog Kaligrafi, disisipi deklarasi LANCANG KUNING Agreement (Kesepakatan LANCANG KUNING). Yaitu, sepakat meniru Lancang Kuning. Lancang Kuning adalah kapal layar kebanggaan Kerajaan Melayu Riau. Bila berlayar malam dengan gelombang menerjang, Lancang Kuning harus dikemudikan nakhoda ahli supaya tidak tenggelam. Deklarasi itu sengaja dibuat sebagai titik tolak semangat "pengembangan kaligrafi di Indonesia", dari MTQNas 1994 di Bumi Lancang Kuning Riau. Sebab, waktu itu, MKQ (مسابقة خط القرآن) masih dalam tahap belajar, sederhana, sedang mencari bentuk jatidirinya, dan memerlukan "gebrakan". Gebrakannya, ya itu lho, dimulai dari "semangat menerjang gelombang" sang bahtera Lancang Kuning. ⛵
Aih, sebaiknya saya dengarkan dulu lirik lagu Lancang Kuning Jamal Abdillah biar serasa diayun ke alam mimpi:
Lancang kuning ⛵
Lancang kuning belayar malam
Belayar malam...
Lancang kuning ⛵
Lancang kuning belayar malam
Hai belayar malam...
Haluan menuju
Haluan menuju ke laut dalam
Haluan menuju
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hai kuranglah faham...
Kalau nakhoda
Kalau nakhoda kuranglah faham
Hai kuranglah faham...
Alamatlah kapal
Alamatlah kapal akan tenggelam
Alamatlah kapal
Alamatlah kapal akan tenggelam...
Lancang kuning belayar malam... (2x) ⛵
Lancang kuning ⛵
Lancang kuning menentang badai
Menentang badai...
Lancang kuning ⛵
Lancang kuning menentang badai
Hai menentang badai...
Seperti serentetan mitraliur yang ditembakkan. Semangat "menerjang gelombang" dibawa seluruh peserta MKQ-MTQ Nasional ke seluruh penjuru Indonesia. Sejak 1994 itu, KALIGRAFI di Indonesia tidak lagi hanya keterampilan, apalagi skill zonder ilmu. Para khattat mengembangkannya ke PEMIKIRAN. Maka, jadilah kaligrafi benar2 SENI (الخط فن), kaligrafi benar2 ILMU (الخط علم), kaligrafi benar2 FILSAFAT (الخط فلسفة). Para peserta musabaqah tambah menguasai (dengan tingkat kehalusan menggores) ragam khat Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq'ah dengan rincian lekak-lekuknya. Unsur seni rupanya juga show bizarre warna2 yang semakin sensasional. Inisiatif berkreasi full inovatifnya disokong terus oleh kehadiran gaya2 Kaligrafi Kontemporer (Tradisional, Simbolik, Figural, Ekspresionis, dan Abstrak) yang, aduhaaaaai, menambah greget saja dalam berkarya. Persaingan yang bertambah ketat, berekses ke pertarungan yang semakin keras. Berbeda dengan karya2 sebelum 1994 yang kalem bin adem, pasca 1994 semuanya jadi karya-karya perjuangan yang lebih bringas. Saya lihat para pelomba berdatangan di arena musabaqah dengan tampang-tampang pejuang. Seperti Yulius Caesar datang di kota Roma dengan teriakan "vini, vidi, vici" ("aku datang, aku lihat, aku menang"). Seperti datang untuk menyimak wejangan amir al-syu'ara (raja penyair) Ahmad Syauqi:
قف دون رأيك فى الحياة مجاهدا • إن الحياة عقيدة وجهاد
"Perjuangkanlah pendapatmu sekuat tenaga dalam mengarungi hidup • Sesungguhnya hidup adalah keyakinan dan perjuangan."
Teringat, di tahun 1994, saya melatih beberapa kader Riau: Muktamar, Ali Muhsin, Nana Natsiruddin, Abdul Lathif, Syamsul Rizal, Umi Kalsum, Siti Rahayu, dan Yelia Erawati. Kini, 24 tahun kemudian, mereka sudah jadi tokoh dan pembina kaligrafi Riau. Hari ini di tahun 2018, Riau memiliki lebih 200 khattat/kaligrafer profesional, mayoritas alumni Pesantren Kaligrafi Alquran LEMKA, Sukabumi. Uniknya, santri Lemka pertama dari Riau. Dari Riau pula jumlah santri terbanyak saban tahun. Ini mengundang dan menggoda santri dari 25 Provinsi lainnya, menauladani Riau.
Di mana2 anak muda menulis dan melukis KALIGRAFI. Gelombang air laut dan badai mengamuk tambah menjadi-jadi. Hebatnya, bahtera Lancang Kuning malah berlayar tambah kencang. Teruuuuslah melaju tambah kencang.
DidinSirojuddinAR•Lemka