FAH UIN Jakarta Hadirkan Dua Pakar Internasional Kupas Praktik Islam Madani Malaysia–Sudan
FAH UIN Jakarta Hadirkan Dua Pakar Internasional Kupas Praktik Islam Madani Malaysia–Sudan

Tangerang Selatan, Berita FAH Online — Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali memperkuat atmosfer akademik melalui penyelenggaraan Seminar Keislaman dengan menghadirkan dua narsumber internasional dari malaysia Prof. Dr. Ahmad Sunawari Long, Guru Besar Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan narasumber kedua dari sudan Dr. Thalal Ahmad Al-'Awdh Al-Hasan. Prof. Sunawari long membahas tentang  “Praktik Islam Madani di Malaysia: Tantangan dan Peluang dalam Konteks Kekinian”, sedangkan Dr. Thalal membahas “Bahasa arab berpengaruh dalam cara orang indonesia memahami islam dan berbudaya”, pada 04/12/2025 di  Teater lantai 5. Kegiatan ini diinisiasi oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Arab (HMPS BSA) dengan dihadiri oleh mahasiswa dari Prodi tersebut sebagai upaya memperluas pemahaman mengenai karakteristik Islam di Malaysia dan Sudan serta memperkaya perspektif keagamaan dalam konteks keindonesiaan.

Dalam sambutannya, Wakil Dekan III FAH UIN Jakarta, Prof. Usep Abdul Matin,M.A., M.A., Ph.D menyampaikan bahwa seminar ini merupakan bagian dari komitmen fakultas dalam memperluas wawasan keislaman global mahasiswa, serta membuka ruang dialog akademik lintas negara.

 “Indonesia dan Malaysia berbagi kesamaan sejarah dan budaya Islam. Namun, realitas sosio-politik keagamaan kita berbeda secara struktural. Hari ini kita belajar bagaimana Malaysia membangun Islam Madani dalam kerangka politik dan sosialnya, sekaligus memperkaya pemahaman mahasiswa terhadap keragaman implementasi Islam di dunia Muslim,” ungkap Prof. Usep.

Beliau berharap kerja sama diskusi dan riset dengan UKM dapat terus diperkuat untuk menghasilkan kontribusi ilmiah yang berdampak pada perkembangan kajian Islam di Indonesia dan Asia Tenggara.

Dalam kesempatan ini, Prof. Sunawari Long dalam pemaparannya menjelaskan karakteristik Islam di Malaysia yang memiliki pendekatan pengelolaan keagamaan terpusat melalui lembaga resmi negara.

“Di Malaysia tidak ada Kementerian Agama seperti di Indonesia. Urusan agama Islam ditangani oleh JAKIM, (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia), sebagai lembaga resmi pemerintah yang mengawal syiar, administrasi, dan kebijakan keagamaan,” jelasnya.

Prof. Sunawari menegaskan bahwa meskipun umat Islam di Malaysia tidak menjadi mayoritas mutlak dalam komposisi penduduk karena berdampingan dengan komunitas penganut Konghucu, Buddha, dan Hindu, namun dalam dinamika politik kontemporer, posisi strategis banyak dipegang oleh tokoh-tokoh Muslim. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu faktor yang memperkuat kebijakan keagamaan nasional sekaligus menjaga identitas Islam Madani di Malaysia.

Beliau juga menyoroti karakteristik penting dalam tata kelola ibadah di Malaysia yang cenderung seragam dan terpusat. “Kami tidak mengenal Ramadan versi NU atau Muhammadiyah seperti di Indonesia. Penetapan awal bulan hijriah dilakukan melalui satu keputusan resmi pemerintah, sehingga masyarakat berpuasa dan berhari raya secara serentak dan terkawal,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam pemaparannya, Dr. Thalal turut menjelaskan besarnya pengaruh bahasa Arab terhadap budaya Indonesia. Ia menyebut bahwa bahasa Arab tidak hanya berperan dalam perkembangan umat Islam di dunia, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan kosakata dalam bahasa Indonesia. “Banyak istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab, seperti umum dan khusus. Ini menunjukkan kedekatan historis dan kultural antara keduanya,” ujarnya. Dr. Thalal juga mengungkapkan rasa betah selama berada di Indonesia. “Ketika baru tiba di bandara, saya langsung merasa nyaman karena disambut oleh lantunan azan. Saya seperti berada di rumah sendiri,” tambahnya.

Dialog interaktif antara kedua narasumber dan para peserta semakin memperkaya pemahaman mahasiswa mengenai dinamika Islam kontemporer di Asia Tenggara. Diskusi berlangsung aktif, di mana peserta dapat menggali lebih dalam perbedaan, persamaan, serta tantangan yang dihadapi masyarakat Muslim di Malaysia dan Indonesia.

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab yang berlangsung hangat dan antusias. Para peserta memberikan respons positif serta menyampaikan harapan agar kegiatan serupa dapat terus diselenggarakan, khususnya dalam konteks kajian keislaman Asia Tenggara yang relevansinya semakin penting di era globalisasi.

Secara keseluruhan, seminar ini menjadi ruang tukar pandangan yang konstruktif mengenai bagaimana Islam berkembang dalam masyarakat majemuk melalui pendekatan moderat dan kebijakan yang terstruktur, sebagaimana dicontohkan Malaysia. Kegiatan ini sekaligus memperkuat komitmen FAH dalam membuka wawasan global mahasiswa serta mendorong dialog akademik lintas negara yang produktif. (SN)

Dokumentasi:

WhatsApp Image 2025-12-05 at 15.49.21

WhatsApp Image 2025-12-05 at 16.08.37

WhatsApp Image 2025-12-05 at 15.49.20WhatsApp Image 2025-12-05 at 15.49.21(2)

Tag :