Catatan Kenangan: Bila MTQ Nasional di Sumbar lagi
Catatan Kenangan: Bila MTQ Nasional di Sumbar lagi
Bila umur panjang dan ditugaskan lagi. Bagi saya, ini akan jadi kenangan, sebab 35 tahun lalu (1983) di provinsi inilah saya untuk pertama kali jadi juri Musabaqah Khat Al-Qur'an (MKQ) yang waktu itu baru berupa sayembara. Agak grogi juga, waktu itu. Bagaimana tidak? Saya tidak punya pengalaman. Satu kali pun belum pernah jadi juri. Tiba-tiba harus duduk bersama dengan para kiai dan hamalatul Qur'an. Mereka semua senior, banyak mantan juara tilawah. Sedangkan saya yg baru berumur 26 tahun hanya pernah mengikuti MKQ pertama di MTQ Nasional XII/1981 di Banda Aceh sebelumnya, saat masih kuliah semester VI. Itu pun langsung gagal jadi juara. Ya Allah, 2 tahun kemudian malah diangkat jadi jurinya di Tingkat Nasional di Padang. Saya diajak oleh 2 guru, yaitu Prof. H. M. Salim Fachry (penulis Al-Qur'an Pusaka Bung Karno) dan K.H.M. Abd. Razaq Muhili (khattat perintis Indonesia, ayahnya K.H.M. Faiz Abd. Razaq). Di pesawat, saya sampaikan keinginan membuat semacam sekolah kaligrafi. Belum terbayangkan apa namanya. Sampai Lemka lahir 2 tahun kemudian, 1985, di IAIN Jakarta dan Pesantren Kaligrafi Alqur'an Lemka di Sukabumi 13 tahun sesudahnya, 1998. Ustaz Salim dan Ustaz Razaq adalah Dewan Hakim pada MKQ Pertama di Banda Aceh. Dalam MTQ Nasional XIII/1983 di Padang, DH MKQ-nya adalah Prof. H.M. Salim Fachry, K.H.M. Abd. Razaq Muhili, Drs. Didin Sirojuddin AR, H. Chazanatul Israr (C. Israr, penulis buku Sejarah Kesenian Islam), dan Drs. H.  Bakhtiar Rajab, kedua terakhir adalah dosen di IAIN Imam Bonjol, Padang. Paniteranya adalah anak muda energik, Ir. Bus Harmaedi. Sedangkan pemenang sayembaranya:  H. Darami Yunus (Batusangkar, adik seayah Prof. Dr. H. Mahmud Yunus), Wasi Abd. Razaq  (Bandung, adiknya KHM Faiz Abd. Razaq), dan Imron Isma'iel (Cirebon). Kecuali di MTQNas XIV/1985 di Pontianak di mana khat hanya didemonstrasikan di muka umum dan tidak dilombakan, saya terus jadi juri berturut-turut  sampai MTQNas XXVII/2018 di Medan. Saya tidak puas dengan sayembara individual yg hanya menulis khat Naskhi dan Tsulus hitam putih.  Lalu bergerak cepat  turut merumuskan pengembangan lomba secara langsung yg diikuti wakil-wakil kafilah provinsi menjadi Golongan Penulisan Buku (sekarang Golongan Naskah), Golongan Hiasan Mushaf, dan Golongan Dekorasi.  Masing-masing diikuti seorang peserta tanpa membedakan kelas putra dan putri, yang  mulai diberlakukan pada MTQNas XV/1988 di Bandar Lampung dan MTQNas XVI/1991 di Yogyakarta. Penampilan tiga golongan lomba ini dirasakan semakin mendorong minat para khattat untuk berpartisipasi dalam MKQ. Pada waktu bersamaan, geliat seni penulisan mushaf moderen Indonesia mulai bangkit terutama sejak kehadiran Mushaf Istiqlal (1991-1995) mengiringi kegiatan dekorasi mesjid yg semakin marak, yg kedua-duanya dikerjakan oleh para peserta musabaqah. Sungguh sangat menarik, tidak semua usulan dengan mudah dikabulkan. Kelas putri yg berkali-kali diusulkan baru diterima di MTQNas XVII/1994 di Pekanbaru, Riau. Berawal dari "rasa kasihan" melihat peserta putri selalu tersisih oleh putra sehingga kerap "kalah sebelum tarung". Terasa "ngenes" juga melihat para pelukis dari kampus-kampus seni rupa tidak mampu "menerobos" MKQ yang dibarikade dengan kuatnya oleh para santri yang lebih menguasai kaligrafi murni tradisional. "Saya pengin ikut tapi gak sanggup dah," seperti dikeluhkan beberapa pelukis. Kesedihan ini menginspirasi saya untuk memperjuangkan Golongan Kaligrafi Kontemporer masuk MTQ (walaupun sudah goal masuk POSPENAS terlebih dahulu). Terasa janggal. Saya pun  cemas:  mungkinkah "gaya aneh bin nyeleneh" ini bisa disandingkan dengan 3 golongan MKQ yang kalem? Ternyata para penentangnya juga banyak. Tidak semua kalangan, bahkan kalangan Dewan Hakim, setuju. Namun,  akhirnya, Golongan Kaligrafi Kontemporer diterima dan masuk MTQNas XXV/2014 di Batam, Kepri, setelah melewati 12 tahun perjalanan yg berliku-liku. Dalam rentang waktu tersebut, telah terjadi perubahan dan  kemajuan kualitas estetis karya peserta seiring modifikasi-modifikasi pedoman musabaqah yg tanpa henti dilakukan. Partisipasi lomba-lomba kaligrafi non-MTQ dan kemunculan lomba-lomba kaligrafi berskala Internasional turut menggembleng peserta dan meng up-grade kualitas karya MKQ. Tapi saya masih penasaran belum berhasil memasukkan Kaligrafi Digital melengkapi 4 golongan MKQ yang sudah ada. Ini sangat penting untuk mengikuti perkembangan  zaman. Mudah-mudahan bisa diperjuangkan dan ketemu di MTQNas XXVIII/2020 di Padang-Sumbar. In sya'a Allah. Didin Sirojuddin AR (Founder Lemka)