ANTARA SENIMAN MUSLIM dan SENIMAN SENEWEN
ANTARA SENIMAN MUSLIM dan SENIMAN SENEWEN

       SYAIR adalah puncak cipta kebudayaan bangsa Arab. Maka, penyair bisa dikatakan sebagai gambaran dan mewakili komunitas seniman Arab. Jadi, seniman favorit waktu itu, ya penyair. Suq (pasar) Ukkaz jadi sentra ekspresi pembacaan sajak yang ramai. Puisi-puisi terbagus hasil audisi terakhir diberi award dengan digantungkan (mu'allaqun) di dinding Ka'bah, yang kemudian dikenal dengan sebutan mu'allaqat. Dikenallah penyair-penyair hebat zaman Jahiliyah seperti Imru'ul Qais, Zuheir bin Abi Sulma, Nabighah Al-Dzibyani, Al-A'sya, Antarah bin Syidad, dan lain-lain. Sastra benar-benar jadi simbol kehebatan bangsa Arab. Jadilah puisi sebagai "berhala" sebagaimana 365 berhala betulan di teras Ka'bah yang disembah-sembah masyarakat Arab sebelum Islam. Yang menaklukkan "mukjizat" bangsa penyair ini hanyalah Alquran yang memiliki mukjizat bahasa yang lebih Indah daripada bahasa tempatan di kawasan.

      Duuuuh penasaran nih. Jadinya seperti apa ya para seniman ini? Ternyata Alquran menggambarkan umumnya penyair Arab itu "senewen", seperti disebutkan pada ayat-ayat akhir (224-226) Surat Asy-Syu'ara (para penyair) :

• "Dan para penyair itu diikuti oleh orang-orang sesat." (224) • "Tidakkah engkau melihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah?" (225. Maksud ayat ini, bhw penyair itu suka mempermainkan kata-kata, tidak mempunyai tujuan yang baik, dan tidak mempunyai pendirian). • "Dan bahwa mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?" (226)

      Lengkaplah "sifat-sifat dasar" seniman menurut Alquran, yaitu munafik, omdo (omong doang), plin-plan, somse (sombong sekali), dan berkoalisi dengan orang-orang sableng gak keruan.       Ayat-ayat Alquran yang langsung "nyetrum" para penyair (syu'ara) ini tak urung memancing reaksi penyair muslim Hasan bin Tsabit (yang hidup 60 th di masa jahiliyah dan 60 th sesudah masuk Islam). Bersama beberapa kawan penyair lainnya, Hasan yang "tidak merasa seperti yang digambarkan Alquran", rame-rame mendatangi Rasulullah SAW (kalau zaman sekarang kira-kira mirip demonstrasi). "Ya Rasulullah," kata Hasan, "kami dulu memang begitu, bahkan kami selalu mengecam engkau. Tapi sekarang, setelah menjadi muslim, kami sudah berubah bahkan kami jadi pembela-pembela Islam yang gigih melalui puisi-puisi kami."      Agaknya, "demonstrasi" Hasan ini yang menjadi asbab nuzul ayat pamungkas (227) lanjutannya. Sebab, tak lama kemudian, Rasulullah SAW menerima wahyu lanjutan ayat-ayat sebelumnya:

• "Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali." (227)

Dari atas mimbar mesjid, Rasulullah mendengarkan ejekan Hasan terhadap musuh-musuh Islam, lalu beliau berkomentar dan berdo'a:  
أجِبْ عنّى اللّهمّ أيِّدْهُ بِروحِ القدُس "Jawablah tentang diriku. Ya Allah, perkukuhlah Hasan dengan Ruhul Qudus." Kepada seniman muslim seperti Hasan bin Tsabit, Rasulullah SAW bahkan memberikan dukungan penuh.

   

       Nah, berbeda sekali dengan seniman jahiliyah. Seniman muslim mengolah karya seninya atas dasar iman dan amal saleh dengan tujuan untuk mengingat Allah, asas perjuangannya: "membela agama dengan bertempur melawan segala bentuk kezaliman" sampai menang dengan pertolongan Allah. Prinsip ini pula yang memperkenalkan hakikat SENI ISLAM yang dapat disimpulkan dalam definisi-definisi berikut: • Seni Islam adalah seni yang dilandasi iman. • Seni Islam adalah seni yang dibungkus nilai Islam. • Seni Islam adalah seni amal saleh. • Seni Islam adalah seni zikir & pikir. • Seni Islam adalah seni perjuangan. Para seniman pembuat puisi, lukisan, tari, nyanyian, atau drama sepanjang berpegang pada prinsip-prinsip tersebut adalah SENIMAN MUSLIM yang melahirkan karya SENI yang ISLAMI. Contoh karya yang mengandung nilai seni paling Islamis, adalah Kitab Suci Alquran karena di dalamnya ada 3 nilai positif BENAR, BAIK, dan INDAH seperti disebutkan oleh Dr. Kamal Al-Haj:

 
إنّ فى الحقِّ خيرًاوجَمالًا، وإنّ فى الجَمالِ حقًّاوخيرًا "Sesungguhnya di dalam kebenaran ada kebaikan dan keindahan, dan sungguh di dalam KEINDAHAN ada KEBENARAN dan KEBAIKAN."
  dengan rinciannya (menurut Prof. Sidi Gazalba) sebagai berikut: • BENAR, karena sesuai dengan tiap-tiap perkara yang di konfirmasi kannya, sesuai dengan kemanusiaan atau fitrah manusia. • BAIK, karena membawa manusia kepada akhlak yang tinggi. • INDAH pada nilai sastranya. Memang, beda sekali seniman muslim dengan seniman senewen.   (DidinSirojuddinAR•Lemka)