Program studi Sejarah dan Peradaban Islam FAH UIN Jakarta, mengadakan sebuah workshop dengan topik “Pembuatan Konten Sejarah Secara Akademik, Mungkinkah?” yang diadakan pada Rabu, (2/3/22) melalui platform Zoom Meeting. Workshop yang dimulai pada pukul 09.00 WIB ini mendatangkan narasumber yang kompeten dibidangnya, dan salah satunya adalah alumni SPI angkatan 2013, Ilham Edlian, S.Hum yang saat ini bergelut dan berkarir di Tik Tok Official Indonesia. Selain itu juga dihadiri oleh Yudi Prasetyo, MA, seorang dosen di STKIP PGRI Sidoarjo dan konten kreator dengan channel YouTube Pak Dosen Sejarah.
Acara yang dipandu oleh Johan Wahyudi, M. Hum ini sangat menarik perhatian dari berbagai kalangan, dengan jumlah partisipan mencapai 150 orang terdiri dari mahasiswa, dosen, bahkan masyarakat umum juga turut bergabung dalam pelatihan ini. Tujuan dari kegiatan ini bukan hanya ditujukan kepada mahasiswa SPI saja, karena pembahasannya yang cukup universal dan menjadi tempat diskusi untuk penggunaan gadget supaya lebih produktif, khususnya dalam perkembangan sumber sejarah. Karena bercermin kepada masyarakat millennial saat ini, sebenarnya mereka menggandrungi konten-konten sejarah, namun masih belum tertarik dengan media penyampaian sejarah yang klasik dan monoton.
Dalam sambutannya, Dekan menyampaikan bahwa topik ini cukup penting untuk dibahas, karena penyampaian dapat menarik masyarakat supaya lebih suka dengan sejarah. Fakultas juga berharap SPI dapat lebih up to date dan lebih menjangkau kaum millennial yang jauh lebih familiar sebagai generasi digital. Hal ini yang menjadi tantangan bagi para alumni SPI untuk mencari kunci bagaimana membawa konten sejarah yang dikenal kaku kepada media sosial yang digandrungi oleh anak-anak muda.
Dosen STKIP PGRI Sidoarjo ini juga menyampaikan bahwa sumber masalah YouTube itu bukan berada di dana produksinya. “YouTube itu sebenarnya bukan masalah dana produksi, tapi mereka harus mengedepankan kreativitas penggunanya.” Ucapnya, Rabu (2/3/22).
Yudi juga memandang bahwa konten sejarah memiliki keunggulan untuk disebarkan melalui digital, salah satunya segmen penontonnya yang sangat luas dan tidak tersegmentasi seperti ilmu eksakta. Selain itu masih banyak pembahasan sejarah yang belum timbul di media sosial, konsep sebab-akibat yang menjadi penyebabnya. Karena segala hal pasti ada asal mulanya dan berpengaruh dengan melimpahnya tema yang perlu dibahas. Pencarian sumber juga dapat ditelusuri dengan mudah melalui jejak digital, namun dengan mengedepankan kaidah pencarian sumber secara akademik juga.
Sebagai pemateri kedua, Ilham Edlian menyampaikan hal yang sama namun melalui perspektif berbeda. Dengan ambisi yang sama, Ilham menyampaikan bahwa penelitian akademik itu sangat mungkin untuk dibawa ke ranah media sosial, karena medsos itu sebenarnya sama dengan media massa lainnya, hanya saja disebarkan melalui platform digital saja. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia TikTok, alumni SPI ini menjelaskan seberapa besarnya cakupan platform ini di kalangan anak muda. Para pegiat sejarah sangat berpeluang untuk mencoba peruntungannya dengan menyebarkan konten sejarah disana, dan TikTok menjadi salah satu media sosial terbesar di dunia, khususnya di Indonesia, karena memiliki satu miliar pengguna aktif dan dari catatannya bahwa setiap penggunanya bisa menghabiskan waktunya selama 52 menit setiap harinya. Pengguna TikTok juga sebagian besar mencakup generasi Z (range 16-24 tahun). Dengan membawa konsep keep it relevant, para konten kreator cukup menyebarkan yang ada di kehidupan sehari-hari.
Masyarakat memang tidak dapat dijauhkan dengan gadget mereka, bahkan hampir semua yang mereka inginkan dengan mudah mereka dapatkan dengan hanya menggunakan gadget dan internet. Konten sejarah yang dikenal kuno dan kaku memang seharusnya bisa ikut berkembang dengan berbaur dengan kebiasaan masyarakat saat ini, namun dengan tidak melupakan kualitas dan bobot sebagai hasil penelitian akademik.
Reportase: Rafsanzani As-Sudaisi
Editor: AY